Rabu, 30 Januari 2019

pena-sastra



Pena-Sastra


 30 januari 2019

Cahaya dalam Kalbu
          
                                                                                                                            


    Merindukanmu tanpa pernah bertemu denganmu sama halnya dengan menciptakan lagu yang tak pernah ternyanyikan.
       
    Matahari muncul dari peradabannya , menandakan bahwa akan ada aktivitas manusia . Aku ada seorang wanita kecil yang belum dapat dikatakan dewasa karena saat aku mengingatnya disitulah aku berubah menjadi monster kecil. Iya aku adalah monster kecil saat ada masa-masa dimana semuanya terjadi.
   Seperti biasa pagi ini aku akan melewati kemacetan sepanjang jalan, adanya teriakan para pedangang yang sudah siap sedia untuk meramaikan dan menjajahkan dagangannya pada setiap pengendara, itu sudah hal lazim yang kutemukan setiap paginya. Aku bekerja disalah satu toko bunga. Pekerjaan yang sangat kunikmati karena bertemu dengan teman-temanku yang slalu ku rawat setiap harinya. Iyah mereka adalah bunga.

   "Selamat datang di toko bunga kami" , aku mengucapkan itu saat ada pengunjung yang datang membeli bunga atau hanya sekedar melihat saja. Iya pasti akan ada saja orang-orang yang mempermainkan harapanku. Bangsat memang. Maksudku mereka datang bukan untuk membeli , hanya sekedar melihat saja, itu pun tidak melihat bunga. mereka malah memandangku dengan senyum penuh kejahilan. Merekalah yang disebut sebagai pengembara cinta. Aku tak suka jenis pria seperti itu , aku hanya menyayangi pria seperti ata .
     Tepat saat aku memeriksa bunga-bunga ke bagian belakang aku mendengar seorang wanita dengan anak kecil sedang berbicara.  Dan wanita tersebut adalah ibu dari anak kecil itu.
"Ibu Mia mau bunga ini" ucap anak perempuan kecil itu sambil menunjukan arah deretan bunga berwarna merah dan putih dengan jari mungilnya.
"Untuk apa mu sayang?" Jawab ibunya.
"Mia ingin memberikannya pada ayah , sebentar lagi kan ayah akan pulang . Mia ingin memberikan suprise padanya" ucapnya lagi dengan tersenyum yang menampakkan deretan gigi-gigi kecilnya . Iya dia seperti saat aku berusia 6 tahun.

   " Disya dipanggil sama bos diruangan nya" teriak Santi dari balik pintu. Iya sekarang aku berada di halaman belakang , duduk dengan hembusan angin yang menghampiri setiap helai rambut panjangku.
" Disya hari ini kita pulang cepat dikarenakan saya akan pergi ke malang , jadi toko kita ditutup saja , saya juga ingin memberikan waktu senggang untuk kalian agar bisa memanfaatkan waktu untuk sekedar mencuci mata di mall atau tempat lainnya , kamu sampaikan pada teman-temanmu iya"
"Baik Bu. Terimakasih Bu, saya permisi "
"Silahkan "

Iyah , aku Disya . Disya sipenjual bunga.

   Sore itu tepat jam 3 sore kami semua pulang, raut wajah teman-teman ku sangatlah bahagia ,namun aku berbeda . ingin rasanya aku sampai dirumah dengan cepat. Aku berubah menjadi monster kecil saat kata-kata anak yang menjadi pengunjung di toko ku sore tadi terngiang kembali ditelinga ku. Rasanya dadaku sesak, aku ingin berteriak , dan diam dalam tangisan.
Mataku silau seperti ada secercah sinar yang mengunjungiku. Seorang pria duduk membelakangi ku dengan pakaian putih bersih. Tanganku ingin menggapainya namun tak bisa . Mulutku ingin berkata tapi rasanya sulit. Aku seperti mengenalnya.


"Mengapa kau menangis?" Ucapnya padaku
"Aku merindukan nya" jawabku dengan linangan air mata yang telah menetes ke pipi tembem ku.
Dia membalikan badannya dan menghapus air mataku dengan tangan kekarnya. Tangan yang sangat ingin kugenggam . Rasanya seperti mimpi ata disini , dia memelukku erat namun setelah itu tangannya dilepas, badannya menjauh ....




"Tidakkkkkkkk......"


   Aku terbangun, dengan mata sembab  dan juga bengkak akibat menangis . Matahari sudah menenggelamkan dirinya . Aku tertidur hingga jam 8 malam  , rasanya ada yang mengganjal dalam batinku . Aku baru bertemu pada ata, Seseorang yang sangat kurindukan.
Aku tak mengenal ata dalam waktu yang lama , hanya sejenak. Hari-hari saat bersamanya sangatlah singkat , sesingkat setiap detik berjalan menjadi menit. Rasanya aku ingin memperpanjang waktu , ingin kembali pada masa lalu.

Tapi itu tak mungkin , dia sudah jauh !
Ata ku , sosok yang sangat ku kagumi akan parasnya , akan sifatnya , dan kurindukan kenangan saat bersamanya . Ayah dari seorang monster kecil, monster kecil yang ingin menjalani kebersamaan saat menjadi wanita dewasa bukan anak kecil. Kebersamaan yang tak akan ternilai bagi disya.



Ata : merupakan panggilan ayah dari negara slovenia.












Pena-Sastra                                                                      

30 januari 2019



Menanti kepulangan senja



    Air yang mengalir dari ujung hingga keujung membawa damai bagi yang melihatnya. Ditempat ini juga para ibu-ibu didesa setiap pagi melakukan aktifitasnya mencuci bersama sambil bersenandung ria dan berbincang-bincang,akan ada saja hal-hal yang diperbincangkan mereka setiap harinya.
“eh rumaida apa suamimu sudah pulang?” ucap salah satu ibu sambil menggerakkan tangannya untuk mengosok badannya, ditempat ini juga digunakan untuk mandi karena dirumah mereka tidak memiliki kamar mandi hanya sungai inilah sumber mereka untuk melakukan aktifitas.
“belum bu, sudah 4 hari ini suami saya belum pulang, saya sangat khawatir” jawab ibu berkrudung coklat yang warna kerudungnya sudah hampir pudar dengan raut wajah gundah.
“kau tenang saja mungkin suamimu sedang berada dikampung sebelah untuk menghindar karena ombak saat ini sangat besar” ucap seorang ibu untuk memberi semangat pada rumaida.


    Wanita berkrudung biru itu duduk didepan rumahnya untuk menanti kepulangan suaminya,rusdin. Raut wajah khawatir wanita itu sangat kelihatan pada wajah cantiknya, tak ada keriput, wajah yang putih dan rambut yang panjang tertutup kerudung setiap harinya,walaupun ia tinggal didesa namun kecantikan tetap dijaga olehnya. Rusmaida merupakan wanita yang dulunya disukai oleh banyak pemuda didesanya,namun rusdin lah yang dipilih oleh rusmaida, rusdin sosok pria bertanggung jawab,slalu berusaha walaupun gagal,yah dialah yang menjadi suaminya saat ini.
“ibu aku ngantuk” ucap seorang anak laki-laki yang muncul dari dalam rumah. “ayo kemari” jawab rumaida dengan membawa anak laki-laki itu kedalam pelukannya. Ia daidan ,anak laki-laki rusdin dan rumaida.
“ibu kenapa ayah tak kunjung pulang”
“ayah sedang bekerja nak, besok mungkin ayahmu akan pulang” hanya kata-kata itu yang diucapkan rusmaida.

    
    Subuh telah tiba,ayam berkokok membangunkan semua orang untuk beraktifitas kembali.tak ada kabar juga hari ini,rusmaida bersiap-siap kekebun untuk bekerja dengan cangkol dilengan kanannya ia akan bersiap untuk berangkat.
Daidan pun juga akan bersekolah, sekolah dikampung ini juga sangat sederhana bahkan dibilang tak layak hanya beralasan tikar yang telah usang dan atapnya hanya bambu-bambu yang disatukan namun juga sudah bolong.mereka juga tak mengenakan seragam sekolah,hanya kaos rumahan yang warnanya telah pudar tapi kebersamaan yang membuat anak-anak kampung disini menikmati pelajarannya.

   Sore menjelma menjadi malam, pukul 7 saja rasanya kampung ini sudah senyap,tak ada orang yang keluar mereka semua menikmati malam dirumah masing-masing. Kampung ini sudah memiliki lampu ,tepat setahun lalu pemerintah memasukkan lampu kerumah semua warga kampung.
Rusmaida sedang menemani daidan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh gurunya,tiba-tiba hujan datang mengguyur kampung ini,suara gemuruh mengejutkan para warga yang berada dirumah terutama rusmaida dan daidan, tak biasanya hujan datang sederas ini.
Kali ini mereka berdua berada ditempat tidur,daidan sudah terlelap sedangkan rusmaida tak bisa tidur,ia teringat suaminya, kenapa sampai hari ini tak kunjung pulang,apa sebenarnya yang terjadi,dadanya tiba-tiba sakit .ia memandang daidan ,ia sangat mirip pada rusdin, wajah dengan alis tebal dan lesung pipi dikedua pipi anaknya itu, rusmaida menangis , ia rindu pada lelaki setengah baya itu.
   
    Pukul 5 pagi ada orang yang mengetuk pintu rumahnya, dengan rasa takut rusmaida mengintip kejendela, itu rusdin suaminya, ia segera membukakan pintu dan memeluk rusdin, keadaan rusdin sangat memprihatinkan, wajah yang berlumpur dan ada sedikit bercak darah dikeningnya, rusmaida segera membawa rusdin kedalam rumah dan membersihkan badan rusdin , setelah itu rusmaida mengajak rusdin untuk beristirahat kekamar namun rusdin ingin dibangku panjang saja dengan setia rusmaida menemani rusdin, rasanya tak tega jika ia bertanya pada rusdin kemana ia selama ini.


“rusmaida..rus..”
Rusmaida terbangun, ada yang mengetuk pintunya, namun suaminya tak ada dipangkuannya mungkin rusdin kekamar mandi. Ia beranjak dan membukakan pintu,”ada apa kang?”
“begini rus, suamimu ditemukan telah meninggal di desa sebelah karena ombak besar yang terjadi kemarin”
Dan seketika itu rusmaida tak percaya, bagaimana mungkin suaminya meninggal, suaminya ada didalam bersamanya tadi malam.
“tidak mungkin kang,suami saya didalam ,semalam ia sudah pulang”
    

    Banyak warga kampung datang sambil membawa seseorang didalam sebuah keranda, seorang lelaki dan wajahnya mirip rusdin,suaminya. Dada rusmaida sakit,itu tak mungkin suaminya bahkan sekarang berada dalam rumah, kepalanya terasa berat dan air mata menetes tepat pada pipi lelaki yang dicintainya itu , badanya lemah dan ambruk seketika.  

















   











Rabu, 19 Desember 2018

Pena-Sastra



  
    Hai sahabat pena, kita kenalan dulu tapi gak usah jabat tangan hehe iyalah kan jauh [garing iya ]. aku rosa salah satu mahasiswi yang hobbynya nulis puisi dan aku juga baru semester satu ni, mau menjalani semester dua, kebetulan aku mahasiswi jurusan sastra indonesia  yang cocok banget sama hobby yang aku jalani sekarang ,doain aja kuliahnya biar cepat kelar hehe.. 

   Puisi, puisi dan puisi yang gak akan pernah pudar dari masyarakat tapi udah banyak dari antara kita yang udah jarang banget baca buku, nah di blog Pena-Sastra ini aku tulis puisi-puisiku yang kebetulan udah aku buat lama dan baru sekarang aku publikasikan diblog Pena-Sastra . aku berharap dari para sahabat pena bisa baca puisiku iya , dijamin gak akan nyesel heheehe [akunya maksa].





Senandung pada rintik-rintik
Rabu,19 Desember 2018 

tetesannya menemaniku pada kesunyian malam
senandungnya membawaku kedalam pelukan
bergelut pada candaan sang langit
basah pada kata-kata bijaksananya
terlena pada senyum polosnya

membuka kisah pada tetes demi tetes 
mencoba lupa namun terbuka
entahlah, rasanya merindu
secercah kisah itu telah menari dalam mata kecilku
apa aku sanggup, menikmati senyummu dalam kebohongan?
aku merindu pada kisah dimana rintik-rintik itu.


          











Isak dibalik Payung Biru
Minggu,23 Desember 2018

Awan beranjak pergi dari peradabannya
Kicauan burung mulai terdengar jauh
Tetesan nikmat telah datang bertamu
Bersamaan dengan tetesan nyata pada mata kecilku

Menatap pada langit yang menangis
Dibalik payung biru aku menikmatinya
Disela-sela deruan air

Aku bergelut pada tubuh kecilku
Menggerakkan kaki-kaki mungilku
Seolah-olah semuanya baik
Tapi ada deruan lain diantara deruan hujan
Ada tetesan lain dibalik payung berwarna biru.








           




Matahari ku
Minggu,23 Desember 2018

Apa kabar matahari?
Kau buatku bersinar seperti wajahmu
Meninggalkan secercah kepahitan
Dalam keheningan

Berusaha bahagia walau tak nyata
Menyimpan tangisan dikelopak mata

Apa kabar matahari?
Senyummu indah bagai rembulan malam
Senyummu menenangkan bagaikan hempasan angin.











Kau siapa??
Minggu,23 Desember 2018

Kau siapa ?
hanya secercah harapan
Lukamu membekas sampai pada akar-akarnya

Kau siapa?
Pergi tanpa pamit
Seperti sang penjahat
Kau siapa?
Pengembara cinta tanpa kenyataan
Kau membawaku terbang kelangit biru tapi kau juga yang menjatuhkanku ketanah
Kau hempaskan aku begitu saja
Kau siapa??















Taulan
Minggu,23 Desember 2018

Dia adalah aku
Dan aku seperti dia
Kami menjadi satu
Sahabat.... Iya
Dia tempatku berbagi kasih ,cinta
Tawa dan air mata

Melangkah bersama
Menikmati setiap pertemuan
Menjadikannya sebuah kenangan
Kadang kala aku berpikir
Apakah kita akan seperti ini selamanya?
Tidak...
Hanya waktu dan kita yang menentukan

Persahabatan ini akan abadi
Meski didunia ini tak akan ada yang abadi.














Goresan hati
Minggu,23 Desember 2018



Embun membasahi bola mataku
Menggerakkan ku pada satu titik
Titik dimana aku menjelma menjadi rapuh
Dimana aku mampu namun tak sanggup
Kata itu ingin kulepaskan namun rasanya tak bisa
Kata itu tinggi, jauh, dan tak dapat digenggam
Seperti  mata yang tak mampu melihat kilaunya rambut
Seperti angin yang berhembus kencang namun tak dapat digenggam

Aku melihatnya  sekilas dan merasakannya lama
Kata itu ada dalam kepolosan hati
Kata itu slalu datang  dan tak pernah pergi
Dia menetap pada tempat yang nyaman

Kau tau jauhnya langkah pada jarak langit?
Iya sangat jauh
Kata itu rindu
Rindu dalam  batinku.












Andai Saja
Minggu,23 Desember 2018

Aku siapa?
Aku bukanlah siapa - siapa
Tertawalah sesuka mu
Omongkan semua yang bukan tentangku
                                 
Aku hanya bagian dari dedaunan yang kering
Yang rapuh  dan berserakan
Yang memakai ku hanyalah sedikit
Mereka memikirkan ku tapi tak menggunakan ku
Seolah-olah aku hanya barang bekas yang dulu baru
setelah usang mereka melempar ku
Aku disia - siakan begitu saja

Aku ingin yang memakai ku generasi muda yang tak akan pernah kalah
Aku ingin mereka tau bahwa aku berharga
Tapi tidak
Mereka bahkan tak tau aku slalu masuk dalam hidup mereka

Aku si juang
Tepatnya kata berjuang
Kata yang hanya hinggap sebentar dan kemudian pergi dalam jiwa kekalahan.











Merindu
Minggu,23 Desember 2018

Pagi bertemakan kopi hitam nan hangat
Dengan balutan sang mentari
Dengan dentuman gelas yang kau bunyikan saat itu

Tersenyum tulus pada wanita kecil dihadapanMu
Membelai setiap helaian rambutnya
Bercerita dengan secercah  perkataan yang keluar dari mulut bijaksanaMu

Angin pagi menyambut pertemuan kita
Embun pagi membasahi bola mata ini
Daun-daun turut hadir
Datang bersama dengan hembusan angin

Semua itu kembali lagi
Pada jiwa dan batin wanita kecilMu
Senyum telah sirna, kembali pada kata jatuh
Jatuh pada ingatan masa lalu.










Wanita hebatku
Minggu,23 Desember 2018 

Bahagia pada setiap detik, menit bahkan jam
Tersenyum tulus walau beban menguasai jiwa dan batin
Bekerja tanpa lelah
Air mata bahkan tak pernah membasahi bola mata indahMu
Bagai gelas yang mudah pecah nan retak
Bagai buku yang rela menemani ku setiap waktu
Tanpa pernah memikirkan dirinya sendiri
Namun Kau menutupi segalanya

Semilar angin ikut hadir dalam hidupMu
Daun-daun menemani setiap perjalananMu
Kau wanita hebatku
Menjadi Dua sosok  dalam setiap langkah kakiku
Sosok bunda dan sosok ayah untukku
Sahabat surga ku.











Senandung dalam Mendung
Minggu,23 Desember 2018

Rintikan hujan pada musim ini mulai gugur
Jatuh pada selembar daun kering yang tak bernyawa
Duduk menepi pada jembatan dikala itu
Bersandar nan bersenandung lewat ucapan
Mengulas sepi pada gelas merah
Membasuh setiap luka dengan rintikan

Menikmati mendung dalam untaian senandung
Bercengrama ria pada semilar angin
Tersenyum polos dengan helaian rambut yang basah
Kaki mungil berlari kesana kemari
Menelusuri setiap tetesan air yang tergelincir

Senandung mempertemukan ku pada rintikan
Rintikan yang menjadi saksi bisu
Hidupku bahagia tanpa mu.









Tawa dibalik Embun
Minggu,23 Desember 2018

Gelap berubah menjadi terang
Mengisyaratkan sang pagi untuk bertamu
Sang matahari pun mulai memancarkan sinar kebanggaannya
Untaian daun saling berpaut
Meninggalkan embun pada sarangnya
Sekelompok bunga merunduk malu akan cahaya yang hadir

Meneduh wajah pada sang langit
Tersenyum polos menanti kicauan burung
Senandung demi senandung di ucapkannya

Pagi bagaikan masa yang ditunggu para penikmat nya
Seolah-olah hidup dimulai pada cerahnya sang langit.










Isak diPenghujung Malam
Minggu,23 Desember 2018

Berjalan pada rumput yang sedang tertidur
Memeluk diri dalam hembusan angin
Menutup mata pada kesunyian malam
Yaa ingin rasanya meneteskan pilu

Bergelut pada malam
Entahlah rasanya diam, sendiri
Bulan bahkan tak menampakkan dirinya
Bintang hanya diam dan gelap
Hanya daun yang bertabur mesra

Sendiri, itu yang kurasa
Meneduh hati pada embun malam
Berharap pada sunyinya malam
Aku merindu.








Senja diujung Desa
Minggu,23 Desember 2018

Sore bertemakan kopi hitam nan hangat
Dengan suasana penuh keheningan
dengan angin yang bertiup damai

Merindu pada hijaunya dedaunan
Jernihnya tetesan air yang mengalir
Tertawa polos saat bergelut pada genangan air
Berlari kesana kemari menginjak sepi

Yaa ingin rasanya terulang kembali
Ingin bertemu pada langit yang tersenyum
Ingin menjelma menjadi wanita kecil
Entahlah, rasanya ingin pulang
Dengan penikmat senja disore itu.











    Hai sahabat pena , aku balik lagi di blog Pena-Sastra taraaaaaa....
hehe maafkan daku yang sedikit lebay. nah kali ini aku buat puisi yang temanya itu tentang kerinduaan, pasti kalian bertanya-tanya kenapa slalu buat puisi yang temanya itu santai, lembut kayak bolu amanda, ehh kan jadi laper heehe... karena puisi dengan tema ketenangan itu rasanya cocok di diri aku yang memang dari oroknya lembut hehe [muji diri].






Rindu untukMu
Rabu,26 Desember 2018

Hampa, terluka, gelisah
Ku ingin merintih
Berteriak keras
Aku rindu cinta pertamaku

Matahari mulai redup
Bulan tersenyum
Bintang menjelma menjadi puluhan
Bahkan ratusan biji

Seketika
Harapan dan luka menyatu
Aku, anak perempuan
Menanti kala tiba
Mengurung keheningan
Menggapai rindu

Menanti masa itu kembali
Berharap kau hadir dalam khayalanku
Tersenyum padaku
Mendekap tubuh kecilku
Dan, tak akan pernah melepaskannya
Ayahku...












Rindu dibalik Sajak Biru
Rabu,26 Desember 2018

Deruan air membasahi mata kecilku
Untaian daun saling bertabur mesra di hadapanku
Hembusan angin membawaku pada kisah sajak biru

Senyum polos menghiasi wajah bijaksanaMu
Tangan kekar yang membelai rambut panjangku
Kini bersamaku
Kita berjalan menginjak sepi
Duduk bersamaan diantara air yang mengalir
Saling berpaut dalam sajak biru
Meneduh hati pada indahnya cinta

Aku menikmatinya
Walau hanya sajak biru
Sajak sajak dalam kisah mini.






         


    Selamat sore sahabat pena, apa kabarnya ni ? yang pastinya baik dong, harus baik karena sebentar lagi bakal tahun baru yeyyy... hehe {heboh sendiri}. udah gak sabar untuk lihat kembang api gak ? sama , aku juga .lihat kembang api pas malam tahun baru punya moment tersendiri kan iya . apalagi bareng sama keluarga, pasti seru banget . nah sahabat pena kali ini aku buat puisi yang temanya beda dari puisi yang udah aku buat sebelumnya. yuk mari dibaca ...






Inikah kepedulian
Jumat,28 Desember 2018

Kejam, miris bahkan memprihatinkan
inikah bumi yang selama ini aku pijak
inikah tanah tempat aku dibesarkan
dan inikah tanah yang kelak akan memberi terang
tanah dimana kebenaran bisa diabaikan
keadilan gampang dibuang
kejujuran terombang-ambing

semata-mata karna satu hal
Uang, uang dan uang
hanya sebab nilai nominal lantas moral disingkirkan begitu saja
sampai hatikah sesama saudara saling mencibir dan bertengkar

saat ini kita semua teraniaya
akibat ulah beberapa orang yang pintar dengan bermuka dua
Berongkang kaki dengan pangkat tinggi
Tertawa keras dengan kemirisan rakyat
Berpura pura peduli dengan raut muka pilu
Yah itu hanya kebohongan semata.













Sirna 
Jumat,28 Desember 2018

Ketakutan datang menghampiri dunia
Luluh lantakan sebagian kehidupan
Tangisan pilu terus terngiang
Kini Dosa dunia terbayang-bayang

Selamatkah jiwa raga ini ?
Mampukah aku melihat keadaan ini ?
Sungguh,aku berserah pada sang takdir

Korban jatuh bangunan runtuh
Tergeletak tak berdaya hancur tak berharga
Limpahan jasad berserakan diatas jalan
Harta dunia pun tak bisa terjaga

Kebahagiaan dalam dunia telah sirna
Tangisan terus mengalir pada wajah wajah terluka
Rasa kehilangan datang melanda,membuat manusia pasrah pada-NYA.













  
Dimana akhlak itu
Jumat,28 Desember 2018 

Ketika manusia fokus pada materi
Ketika manusia lain tak dianggap manusia lagi
Ketika manusia kehilangan rasa kemanusiannya

Merasa pintar padahal licik
Merasa baik padahal bermuka dua
Merasa tegas padahal otoriter
Merasa seolah-olah peduli Padahal munafik

Masih Pantaskah mereka disebut pemimpin?
Masih Pantaskah mereka disebut makhluk mulia?
Tidak, mereka hanya membuat kebohongan dihadapan dunia
Dunia yang tak lagi memperdulikan kata kebenaran.
















  

pena-sastra

Pena-Sastra   30 januari 2019 Cahaya dalam Kalbu                                                                           ...